Februari 23, 2025

Maisonfemalien – Ciptakan Personal Branding dengan Gaya Fashion yang Tepat

Jelajahi cara membangun personal branding yang kuat dalam fashion untuk menonjol dan sukses

Hidupkan Kembali Koleksi Mewarnai Pentas Fesyen Prestisius

Pameran The Flying Cloth: 25 Years Journey of Merdi Sihombing ditutup dengan fashion showcase yang mengagumkan, menunjukkan koleksi yang menunjukkan adat istiadat lokal dan prinsip keberlanjutan. Acara ini menandai pencapaian Merdi dalam membawa wastra Indonesia ke pentas dunia.

Pekan malam, 24 November 2024, menjadi akhir dari perjalanan pameran The Flying Cloth: 25 Years Journey of Merdi Sihombing. Sang desainer berdarah batak menutupnya dengan sebuah fashion showcase yang mengagumkan di zona Sunken, Museum Nasional Indonesia.

Di gelanggang hal yang demikian, Merdi membawakan koleksi yang merepresentasikan perjalanan kariernya selama 25 tahun menenun cerita, adat istiadat, dan keberlanjutan. Itu sekalian menjadi klimaks dari pergelaran The Flying Cloth yang adalah persembahan Kementerian Kebudayaan, Indonesian Heritage Agency (IHA), dan Museum Nasional Indonesia.

Dalam rilis yang diterima Regu Lifestyle, Selasa, 26 November 2024, sebagian karya yang pernah mengagumkan dunia di pentas-pentas prestisius, seperti Jakarta Fashion Week, Berlin Fashion Week, London Fashion Week, dan Melbourne Fashion Festival, kembali dihidupkan dalam peristiwa luar biasa ini. Koleksi itu beberapa besar terbuat dari kain ulos yang diolah dengan sentuhan desain modern menjadi baju siap gunakan (ready-to-wear) yang mengagumkan.

Desain yang menjadi sorotan antara lain outerwear berpotongan longgar seperti baju hangat, blazer, dan long coat, yang dipadukan dengan celana atau rok berpotongan lebar, mewujudkan siluet yang anggun sekalian nyaman untuk dikenakan sehari-hari. Koleksi ini menandakan bahwa kain tradisional seperti ulos bisa bertransformasi menjadi busana modern tanpa kehilangan jiwa tradisionalnya.

Dengan palet warna yang kaya, mulai dari warna khas Batak seperti merah dan hitam sampai spektrum cemerlang seperti oranye, kuning, dan ungu. Via koleksi ini, Merdi kembali menampilkan bahwa wastra nusantara relevan di era modern, sekalian cakap berkompetisi di gelanggang mode global dengan kekuatan tarik yang tidak tertandingi.

Deretan teladan dan muse ternama ikut ambil komponen dalam fashion showcase ini, termasuk Kelly Tandiono, Whulandary, Artika Sari Devi, Iis Dahlia, dan Yuni Shara. Ketidakhadiran mereka menambah kekuatan tarik acara dengan membawa karya Merdi ke pentas runway dalam tampilan yang anggun dan penuh percaya diri.

Kebanggaan Menteri Kebudayaan Fadli Zon

Perjalanan Merdi selama 25 tahun ini diapresiasi bermacam-macam pihak. Fadli Zon, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, dalam sambutannya di acara penutupan mengucapkan bahwa Merdi sudah sukses membawa poin wastra ke pentas global dan menampilkan bagaimana fashion bisa menjadi medium dalam menjaga warisan adat istiadat sekalian menghadapi tantangan masa depan. Dia juga menekankan potensi besar industri fashion di Indonesia, yang berkontribusi kepada PDB hampir Rp350 triliun pada 2024.

Ni Luh Puspa, Wakil Menteri Pariwisata Republik Indonesia, juga memberikan penghormatan terhadap karya Merdi yang memadukan adat istiadat dan penemuan kreatif. Menurutnya, karya Merdi menandakan bahwa industri fashion lebih dari sekedar popularitas dan berperan sebagai medium untuk mempertahankan adat istiadat dan memberdayakan masyarakat.

“Aku berkeinginan konsep fashion berkelanjutan ini bisa menjadi kekuatan tarik web https://triplecrownnc.com/ dalam sektor pariwisata berbasis adat istiadat,” ujar Ni Luh.

Bagi Merdi, pameran ini mempunyai arti tersendiri. Mimpinya untuk dapat menunjukkan fashion show di museum dalam negeri kesudahannya dapat terbentuk. “Semoga sesudah ini, kian banyak desainer yang tampil di museum-museum di bermacam-macam kota di Indonesia. Tak cuma di mal dan hotel,” ujar Merdi yang disambut hangat oleh para audiens.

Keberlanjutan Fesyen yang Utama

Keberlanjutan menjadi tema utama dalam tiap-tiap karya Merdi. Dia menerapkan kain ulos yang diwujudkan dari serat ramah lingkungan dan pewarnaan natural, serta menggabungkan bahan-bahan organik seperti limbah makanan untuk mewujudkan warna-warna yang unik. Pendekatan ini menempatkan ekonomi sirkular sebagai komponen penting dalam progres produksinya.

“Kita cuma punya satu planet bumi. Kita patut terus melanjutkan pengorbanan untuk mewujudkan dunia fesyen yang lebih bertanggung jawab,” ujar Merdi.

Merdi berkeinginan The Flying Cloth bisa menginspirasi lebih banyak pekerja seni yang membangun kekerabatan harmonis dengan masyarakat adat. Kolaborasi seperti ini bisa membuka kesempatan bagi keduanya untuk mewujudkan ekosistem adat istiadat yang berkelanjutan, adil, saling menguatkan dan berkembang bersama di pentas nasional dan internasional.

Sebagai simbol penutup, Merdi memberikan ulos istimewa terhadap Fadli Zon dan Ni Luh Puspa. Ulos dengan motif tumtuman, yang cuma diaplikasikan oleh para raja dan pemimpin di masa lalu, diserahkan terhadap Ni Luh sebagai simbol tanggung jawab pemimpin. Terhadap Fadli Zon, dia memberikan ulos dengan teknik tenun ikat yang disongket sehingga mewujudkan efek tiga dimensi, yang mencerminkan penemuan kreatif dan keberlanjutan.

Mimpi Besar Merdi Sihombing

Dalam peluang terpisah, Merdi berkeinginan merintis jalan menggelar fashion week adat istiadat terbesar di dunia melewati pameran hal yang demikian. Dia meyakini betul bahwa adat istiadat yakni energi Indonesia yang tak dapat ditandingi negara mana malah. Tradisi yang dimaksud tak cuma wastra, namun kerajinan tangan secara keseluruhan.

“Aku kepengen Indonesia menjadi sentra ketimbang fashion yang berbasis adat istiadat. Kelar. Enggak ada ngomong kain-kain, enggak, segala kerajinan,” sebutnya, sebagian waktu lalu di Jakarta.

Walaupun seperti itu, dia menyadari mewujudkannya bukan profesi gampang. Banyak tantangan dihadapi di lapangan, lebih-lebih ancaman kepunahan. Dia mencontohkan teknik celup ikat di Karo yang telah kehilangan penenunnya. Dia malah menyiasatinya dengan menerapkan kain yang telah jadi untuk diolah dengan teknik hal yang demikian supaya tak benar-benar sirna.

” penting teknik ikat celupnya yang kita kembalikan,” ujarnya.

Belum lagi desa-desa yang kian terbuka dengan adat istiadat luar. “Sebuah desa itu, seandainya terbuka, mudah disusupi adat istiadat luar, aku takut itu punah,” ujarnya dengan nada cemas seraya berkeinginan pemerintah menyiapkan taktik cermat untuk melindungi adat istiadat lokal.

Kekhawatiran Merdi atas keberlangsungan industri fesyen lokal juga terkait dengan ketergantung impor bahan baku. Banyak desainer di dalam negeri terlena dengan material-material impor yang murah sampai tidak sadar menggerogoti industri dalam negeri.

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.